Oleh: David R. Silalahi, S.H.
Putusan Mahkamah
Konstitusi atas penambahan norma baru pada batas usia calon Presiden dan calon
Wakil Presiden membuat sejumlah kalangan gerah. Publik terkejut dan ramai-
ramai menuding Lembaga Mahkamah Konstitusi telah melanggar Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi. Putusan dibacakan tepat 3 (tiga) hari
sebelum pembukaan masa pendaftaran Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden di
Komisi Pemilihan Umum. Dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi memutuskan
bahwa kepala daerah di bawah usia 40 tahun dapat mengajukan diri sebagai calon Presiden
atau calon Wakil Presiden asalkan mereka pernah atau sedang menjabat sebagai
kepala daerah.
Masinton Pasaribu, Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) angkat bicara. Politisi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini menyebut bahwa dirinya akan
menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh Lembaga DPR untuk mengajukan
Hak Angket atas putusan Mahkamah Konstitusi.
“Saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI daerah
pemilihan DKI Jakarta II, mengajukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi.” Ucap
Masinton saat Rapat Paripurna Masa Sidang ke-8 DPR RI, Senin, 30 Oktober 2023.
Lantas seperti Apakah Hak
Angket Yang Dimiliki Oleh Lembaga DPR
Merujuk pada Pasal 79 UU Nomor 17
Tahun 2014 tentang MD3, disebutkan bahwa DPR mempunyai senjata pamungkas atau
hak istimewa yang dibagi menjadi 3 macam, yaitu Hak Interpelasi, Hak Angket,
dan Hak Menyatakan Pendapat. Khususnya, Hak Angket itu sendiri diartikan
sebagai Hak DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang – undang / kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan hal penting, startegis, dan berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Mampuhkah Hak Angket menjadi
senjata untuk membatalkan Putusan Mahkamah Konstitusi?
Menjadi pembahasan yang menarik
dikalangan Praktisi Hukum maupun masyarakat, “Apakah Putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut dapat dibatalkan oleh Hak Angket?” Hak Angket dapat
diterapkan pada kebijakan pemerintah sebagai Lembaga Eksekutif yang secara
konkret dapat ditujukan pada pelaksanaan suatu undang – undang dalam hal ini
kebijakan pemerintah, kemudian bagaimana dengan Putusan Mahkamah Konstitusi?
Apabila merujuk pada Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi merupakan
bagian dari kekuasaaan Kehakiman sebagai Lembaga Yudikatif, berdasarkan ketentuan tersebut menurut pandangan
penulis Putusan tersebut merupakan produk Lembaga Yudikatif tentu bukan
merupakan objek atau bagian yang dapat diselidiki oleh DPR dalam hak angket.
Hak Angket Tidak Tepat Sasaran
Dengan dasar – dasar pemikiran
diatas bahwa upaya Hak Angket yang disuarakan oleh Masinton Pasaribu (Fraksi
PDIP) adalah keliru atau tidak tepat sasaran, justru lebih dapat diterima akal
sehat apabila Hak Angket tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo sebagai
lembaga Eksekutif karena patut diduga melakukan intervensi atau manuver
terhadap kemerdakaan kekuasaan kehakiman. Apabila kemudian setelah melalui proses penyelidikan
melalui Hak Angket tersebut DPR menemukan fakta bahwa dugaan manuver dan intervensi
Presiden terhadap Putusan MK terbukti maka hal tersebut dapat menjadi dasar DPR
untuk mengkaji apakah tepat untuk mengadakan proses pemakzulan atau impeachment
terhadap Presiden Joko Widodo.
Putusan Sarat
Dengan Kepentingan
Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kerap diperbincangkan dan ditanggapi negatif oleh publik karena
dinilai kontroversial dan inkonstitusional. Tak main – main akibat Putusan
tersebut tingkat kepercayaan publik terhadap Lembaga Mahkamah Konstitusi menjadi sangat menurun.
Kepercayaan publik yang kian menurun tak terlepas dari adanya dugaan konflik
kepentingan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman terhadap pokok perkara
pengujian Undang-Undang pemilu tersebut karena berdampak langsung terhadap Gibran
Rakabuming Raka yang merupakan keponakan dari Ketua Mahkamah Konstitusi.
Pro Kontra Hak
Angket
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai
usulan pengajuan hak angket atas putusan Mahkamah Konstitusi soal batas usia
minimum capres-cawapres. Menurutnya hak angket diajukan
sebagai upaya untuk menyelidiki kebijakan pemerintah. Dalam konteksnya, hak
angket hubungan antara DPR sebagai pengawas dengan pemerintah sebagai pihak
yang diawasi. Sementara Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Yudikatif tidak
bisa diajukan hak angket oleh lembaga lain.
Anggota DPR RI Fraksi Parati Keadilan Sejahtera (PKS)
Mardani Ali Sera juga mewacanakan untuk mengajukan hak angket ke Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, putusan tersebut harus ditelaah dengan seksama dan akan melakukan
pengujian terlebih dahulu.
Sementara
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie, mendukung
wacana pengajuan hak angket oleh DPR terhadap Mahkamah Konstitusi. Jimly
mengatakan pengajuan hak angket tersebut merupakan hal baik. Karena, kata dia,
memungkinkan DPR mengoptimalkan fungsi pengawasannya.
Sebagai renungan dan sekaligus rujukan dalam bernegara “Politiae legius non
leges politii adoptandae” (Politik
harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya)