Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional-sebuah momentum yang lahir dari sejarah panjang perjuangan kelas pekerja menuntut keadilan dan hak yang layak. Di Indonesia, Hari Buruh bukan sekadar tanggal merah di kalender, melainkan simbol perjuangan yang terus hidup di tengah dinamika zaman.
Kesehatan mental pekerja di Indonesia, seperti di banyak negara lainnya, terabaikan dalam banyak hal. Sebagian besar pekerja terpaksa menghadapi beban kerja yang berat, jam kerja yang panjang, dan lingkungan yang penuh tekanan, tanpa adanya dukungan yang memadai untuk menjaga kesehatan mental mereka. Banyak dari mereka yang merasa terjebak dalam rutinitas yang menguras tenaga dan emosi, yang sering kali berujung pada burnout atau kelelahan mental yang sangat parah. Hal ini tentunya mempengaruhi produktivitas kerja, kesejahteraan pribadi, dan kualitas hidup mereka.
Di sektor formal, perusahaan besar terkadang menyediakan program kesejahteraan karyawan yang mencakup asuransi kesehatan dan dukungan psikologis, namun banyak pekerja di sektor informal atau buruh harian yang tidak memiliki akses pada fasilitas ini. Untuk buruh informal, seperti pedagang kaki lima atau pekerja migran, keadaan ini semakin memburuk, karena mereka harus bekerja dalam kondisi yang kurang stabil tanpa adanya perlindungan yang memadai.
Pekerja yang mengalami stres berat atau kecemasan juga rentan terhadap gangguan fisik lainnya, seperti penyakit jantung, hipertensi, dan gangguan tidur. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan mental pekerja mereka. Pelatihan manajemen stres, konseling psikologis, dan cuti mental yang cukup adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu pekerja mengatasi tekanan yang mereka hadapi di tempat kerja.
Selain itu, perusahaan juga perlu mengubah budaya kerja yang menuntut pekerja untuk selalu “tampil sempurna” dan “tidak ada waktu untuk istirahat”. Banyak tempat kerja yang masih menuntut jam kerja panjang dengan target yang tak realistis, yang menyebabkan pekerja merasa tertekan. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan fleksibilitas jam kerja, serta memberikan ruang bagi pekerja untuk melakukan kegiatan yang dapat membantu mereka mengurangi stres, seperti meditasi atau olahraga.Dalam menghadapi masalah kesehatan mental pekerja, peran pemerintah juga sangat penting. Pemerintah perlu mengatur kebijakan yang tidak hanya berfokus pada peningkatan upah, tetapi juga mencakup perlindungan kesehatan mental pekerja. Program asuransi kesehatan yang mencakup kesehatan mental, serta pendidikan tentang pentingnya kesehatan mental di dunia kerja, dapat membantu menciptakan budaya kerja yang lebih sehat dan produktif.