Kepulauan Riau, Nusantaratalk.Id - Gubernur Kepri Ansar Ahmad harus ikut bertanggung jawab atas terkuaknya 605 honorer fiktif di sekretariat DPRD Provinsi Kepri karena ada indikasi kerugian negara ratusan miliar dalam hal ini APBD Provinsi Kepri.
Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Batam Diki Candra menilai gubernur sebagai pemimpin penyelenggaraan pemerintah daerah di Kepri harus turut bertanggung jawab dan tidak tutup mata atas kebijakan yang bermasalah.
"Karena kepala daerah yang membahas setiap sen APBD Provinsi serta kebutuhan pegawai untuk menjalankan roda pemerintahan. Jadi harusnya laporan penggunaan honorer diminta sebagai bentuk pertanggung jawaban penggunaan keuangan negara secara rutin," ujar Diki, Kamis, 23 November 2023.
Namun lanjut ketua GMNI Batam ini, jika gubernur mengaku tidak tahu menahu dengan kasus ini dan terkesan menyerahkannya ke penegak hukum untuk menyelesaikannya maka kepemimpinannya diragukan.
"Karena menurut GMNI batam bukan saja negara yang dirugikan. Masyarakat yang namanya serta administrasinya dipakai untuk memuluskan aksi ini juga merugi. Mereka tidak bisa membuat BPJS bahkan sulit mendapat pekerjaan karena terdaftar sebagai pegawai honor aktif tapi fiktif," ujar Diki.
Diki juga nilai Gubernur Kepri Ansar Ahmad terlambat dan terkesan cuci tangan dengan mengeluarkan surat edaran Nomor: B/812.2/37/BKDKORPRI-SET/2023 tanggal 20 November 2023 tentang Larangan Pengangkatan PTT/THL sebagai PPPK.
"Alasan pak gubernur bahwa edaran dibuat agar perekrutan dapat terkontrol menjadi bukti bahwa beliau tidak cakap memimpin. Padahal konsekwensi perekrutan pegawai itu adalah membebani APBD dan ini sudah bertahun-tahun terjadi dibawah kepemimpinan pak Ansar," ketusnya.
Diki juga berharap APH (Aparat penegak Hukum) dapat mengusut tuntas secara transparansi kepada masyarakat atas dugaan kasus honorer fiktif tersebut. (Binsar).